Jumat, 21 Januari 2011

 RUMAH CINTA
Bismlillaahirrohmaanirrohiim
Pada tanggal 18 November 2007 yang lalu, bertepatan pada hari Ahad, saya diminta oleh ibu saya untuk menggantikan beliau dalam mengisi sebuah acara seminar bedah buku. Kebetulan Ibu adalah pemberi kata pengantar pada buku yang beru cetak terbit itu. Buku tersebut adalah karangan dari Ust. Muhammad Lili Nur Aulia, dengan judul Cinta di Rumah Hasan Al-Banna. Dengan tulisan ini saya harap bisa memberikan resensi yang tepat serta membuat para pembaca berkeinginan untuk mendapatkannya.
Cover DepanBuku kecil ini bisa disebut buku saku karena kesederhanannya, sebagaimana produk dari karya ust. Lili yang banyak membuat buku kecil. Akan tetapi, diantara semua buku kecil beliau yang pernah saya baca, menurut saya buku ini adalah buku yang paling berbobot. Setidaknya untuk pribadi yang masih dalam rencana untuk membangun keluarga da’wah (seperti saya). Secara garis besar, sebenarnya pesan global dari buku ini adalah untuk membuat sebuah pilar yang kuat dari fase bina ul-ummat , yaitu takwiinu baytul muslim, dengan sangat baik, mulai dari rencana pemilihan calon ibu/ayah untuk anak-anaknya kelak hingga saat pembinaan keluarga itu sendiri.
Buku ini dimulai dengan kisah like father like son, sebuah kisah yang menggambarkan kesolehan putra seorang Kholifah Umar bin Abdul Aziz. Dilanjutkan dengan kisah dari proses pencarian calon ibu untuk anak-anak dari pemuda Hasan Al-Banna. Saat pencarian itu, ibu dari Hasan Al-Banna berkisah sebagai referensi utama. Ibu yang sholehah, tentu tahu apa yang dibutuhkan oleh pemuda pejuang da’wah seperti Hasan Al-Banna. Bermula dari ketertarikan Sang Ibunda pada kelembutan suara al-qur’an seorang gadis pada saat beliau bersilaturahim di sebuah rumah, lalu Ibunda Hasan Al-Banna bercerita dengan anaknya. Dan kemudian berlanjut ke pernikahan. Yang menarik dari bagian awal ini adalah kelakar ust achmad chumaedi (pembedah buku yang ditemani saya) , ” Jodoh bersama dengan tingkatan iman kita “.
Selanjutnya, buku ini membahas tentang bagaimana seorang muassis gerakan ikhwanul muslimin, dalam tingkat kesibukan yang amat sangat, tetap melaksanakan hak dan kewajiban keluarganya terhadap dirinya. Dikisahkan pula tentang seorang suami yang sangat menyayangi dan menghormati istrinya. Digambarkan bagaimana Hasan Al-banna dengan penuh kasih sayang mendidik anak-anaknya, memberikan pemahaman tanpa kekerasan, membuat anak-anaknya cinta dengan al-qur’an dan ilmu pengetahuan. Dll
Dan agaknya saya termasuk yang sangat senang, saat kebiasaan keluarga kami juga hampir sama dengan apa yang dicontohkan Hasan Al-Banna. Semisal, makan pagi bersama tiap pagi, membaca Al-Qur’an bersama-sama setiap ba’da magrib, pergi ke toko buku tiap bulan untuk membeli buku-buku yang bermanfaat. Keluarga kami juga memiliki arsip dari seluruh rekam jejak fisik dan prestasi setiap anggota keluarga, sebagaimana Hasan Al-Banna juga telah mencontohkannya. Terlebih waktu mengetahui bahwa Hasan Al-Banna juga memberikan budget buku untuk anak anaknya tiap bulan.
Cover BelakangYang paling terkesan buat saya dari buku ini adalah bagaimana Hasan Al-Banna, menanamkan nilai-nilai kesederhanaan, keikhlasan dan pengorbanan dalam keluarganya, sehingga istrinya dengan hati yang senang dan rela menyumbangkan banyak perabotan rumahnya untuk markas da’wah ikhwanul muslimin, sehingga dengan ikhlas dan rela, anak-anaknya menjadi orang-orang yang paling dahulu sadar dan memperjuangkan kondisi umat Islam di palestina dan di mesir, sehingga dengan lapang, sang istri menerima hujjah sang suami yang menjawab saat ia memintanya membeli sebuah rumah kecil ” Wahai Ummu Wafa, sesungguhnya istana kita sedang menunggu kita di surga-Nya….”. Alangkah indahnya …. Sehingga dengan ikhlas dan ridha, keluarganya melepas kepergian suami dan ayah mereka, dalam kesyahidan di jalan Allah…
Ya Allah, jadikan kami meneladani kebaikan-kebaikan pendahulu kami….
Wallaahu a’lam bishshowwaab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar